Selasa, 20 Februari 2018

metode pembuatan kompos metode takakura dan pembuatan biogas



LAPORAN PRAKTIKUM
PEMBUATAN KOMPOS METODE TAKAKURA DAN PENGAMATAN PEMBUATAN BIOGAS
“Laporan ini Diajukan untuk Memenuhi Tugas Salah Satu Mata Kuliah Manajemen  Pengolahan Limbah”










Disusun Oleh :
Kelompok IV (Empat)
Ø  ARDIANSYAH. A
Ø  LITA YULIARTI
Ø  EKA SUSANTI
Ø  HERU ARWIN ARDHANI
Ø  JUNAIDI
Ø  BAYU SAPUTRA

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS SAMAWA (UNSA)
SUMBAWA BESAR
2016


HALAMAN PENGESAHAN

MANAJEMEN PENGOLAHAN LIMBAH
Lembaran kegiatan mahasiswa ini merupakan gambaran tentang kegiatan
 selama pelaksanaan praktikum Pembuatan Kompos Metode Takakura
dan Pengamatan Pembuatan Biogas.
Telah disetujui/disahkan
Pada Tanggal,       Juli 2016






PRAKTIKAN




Kelompok IV
Mengatahui,
Dosen Pengampu




Dwi Mardhia, M.Sc
NIDN.45 67891234









KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah, sehingga penyusun dapat menyelesaikan praktikum yang berjudul “Pembuatan Pupuk Kompos Dengan Metode Takakura dan Pengamatan Pembuatan Biogas” yang dimana laporan praktikum ini merupakan tugas Mata Kuliah  “Manajemen Pengolahan Limbah”.
Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu dalam menyelesaikan penyusunan laporan praktikum  ini, sehingga praktikkum ini dapat penyusun terselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam hal menyusun laporan praktikum ini, penyusun menyadari bahwa laporan praktikum ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna menyempurnakan laporan praktikum selanjutnya, semoga praktikum ini bermanfaat bagi kita semua.

                                                                                           Sumbawa, Juni 2016


                                                                                             Kelompok IV



DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................          i
KATA PENGANTAR..............................................................................         ii
DAFTAR ISI..............................................................................................         iii
DAFTAR TABEL.....................................................................................         iv
DAFTAR GAMBAR................................................................................         vi
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................        vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang...............................................................................         1
1.2    Tujuan ...........................................................................................         6
1.3    Manfaat..........................................................................................         6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kompos...........................................................................................         7
2.2 Membuat Bibit Kompos Takakura
2.3 Starter Mikroorganisme...................................................................        10
2.4 Potensi Limba Ternak Sebagai Kompos.........................................        11
2.5 Faktor-faktor yanga Mempenggaruhi Pengomposan......................        12
2.6 Pengertian Biogas...........................................................................        15
2.7 Proses Pembuatan Biogas...............................................................        16
2.8 Teknologi Digester..........................................................................        19
2.9 Manfaat Biogas...............................................................................        20
2.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesuksesan Pemanfaatan Biogas  Kotoran Ternak                 20
2.11 Potensi Limbah Ternak Sebagai Biogas........................................        24


BAB III PENUTUP
3.1 Waktu dan Tempat..........................................................................        25
3.2 Alat dan Bahan...............................................................................        25
3.3 Langkah Kerja.................................................................................        26
3.4 Instalasi Biogas...............................................................................        27
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan Pembuatan Kompos..........................................        28
4.2 Pembahasan Kompos......................................................................        29
4.3 Pembahasan Biogas.........................................................................        30
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.....................................................................................        32
5.2 Saran...............................................................................................        33
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................        34
LAMPIRAN-LAMPIRAN.......................................................................        38





DAFTAR TABEL

Tabel                                                                                                           Halaman
1.    Kandungan N, P dan K dalam Kotoran Sapi.....................................        14
2.    Komposisi Biogas (%) Kotoran sapi dan campuran kotoran ternak dengan
sisa pertanian.......................................................................................        17
3.    Hasil Pengamatan Kompos..................................................................        28





DAFTAR GAMBAR

Tabel                                                                                                           Halaman
1.    Instalasi Biogas ........................................................................................... 27


DAFTAR LAMPIRAN

Tabel                                                                                                           Halaman
1.    Hasil Dokumentasi Pembuatan Kompos............................................         38
2.    Hasil Dokumentasi Pengamatan Biogas.............................................         39



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
     Pengelolaan limbah yang dilakukan dengan baik selain dapat mencegah terjadinya pencemaran lingkungan juga memberikan nilai tambah terhadap usaha ternak. Pemanfaatan limbah kotoran ternak sebagai pupuk kompos dapat menyehatkan dan menyuburkan lahan pertanian. Selain itu kotoran ternak juga dapat digunakan sebagai sumber energi biogas. Sumber energi biogas menjadi sangat penting karena harga bahan bakar fosil yang terus meningkat dan ketersediaan bahan bakar yang tidak konstan dipasaran, menyebabkan semakin terbatasnya akses energi bagi masyarakat termasuk peternak. secara praktis manajemen limbah kotoran untuk dijadikan biogas dan kompos (Dahuri, 2004).
Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. Suatu studi mengenai pencemaran air oleh limbah peternakan melaporkan bahwa total sapi dengan berat badannya 5.000 kg selama satu hari, produksi manurenya dapat mencemari 9.084 x 10 7 m3 air. Selain melalui air, limbah peternakan sering mencemari lingkungan secara biologis yaitu sebagai media untuk berkembang biaknya lalat. Kandungan air manure antara 27-86 % merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan larva lalat, sementara kandungan air manure 65-85 % merupakan media yang optimal untuk bertelur lalat. Lalu, dampak bagi sebagian besar warga adalah teternak dapat menyebabkan pencemaran udara yang mengakibatkan terciumnya aroma tidak sedap dari limbah/kotoran ternak (Anonim, _)
Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk mengatasi kelangkaan bahan bakar minyak. Limbah ternak merupakan sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produksi ternak dan lain – lain. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, dan isi rumen (Sihombing, 2000).
Dalam konteks itu pemantaan kotoran ternak sebagai sumber energi (bahan bakar) merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi penggunaan minyak tanah dan kayu untuk keperluan rumah tangga. Dari kotoran ternak dapat dihasilkan 2 jenisbahan bakar yaitu (gas bio) dan briket. Kendala pembuatan briket yang secara tradisional adalah pada alatnya. Alat pembuat briket yang modern pasti sangat mahal. Oleh karena itu penting sekali bagi kita untuk bisa menciptakan briket kotoran ternak beserta alat pencetaknya yang sederhana (Sihombing, 2000).
Menurut Prihandini dan purwanto (2007), kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi atau pelapukan. Selama ini sisa tanaman dan kotoran hewan tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan sebagai pengganti pupuk buatan. Kompos yang baik adalah yang sudah cukup mengalami pelapukan dan dicirikan oleh warna yang sudah berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah dan sesuai suhu ruang. Proses dan pemanfaatan kompos dirasa masih perlu ditingkatkan agar dapat dimanfaatkan secara efektif, menambah pendapatan peternak dan mengatasi pencemaran lingkungan (Dahuri, 2004).
Kotoran sapi yang tersusun dari feses, urin, dan sisa pakan mengandung nitrogen yang lebih tinggi dari pada yang hanya berasal dari feses. Jumlah nitrogen yang dapat diperoleh dari kotoran sapi dengan total bobot badan ± l20 kg (6 ekor sapi dewasa) dengan periode pengumpulan kotoran selama tiga bulan sekali mencapai 7,4 kg. Jumlah ini dapat disetarakan dengan 16,2 kg urea (46 % nitrogen) (Setiawan, 2002).
Menurut pendapat Rahayu et a1l., (2009), kotoran yang baru dihasilkan sapi tidak dapat langsung diberikan sebagai pupuk tanaman, tetapi harus mengalami proses pengomposan terlebih dahulu. Beberapa alasan mengapa bahan organik seperti kotoran sapi perlu dikomposkan sebelum dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman antara lain adalah: 1) bila tanah mengandung cukup udara dan air, penguraian bahan organik berlangsung cepat sehingga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, 2) penguraian bahan segar hanya sedikit sekali memasok humus dan unsur hara ke dalam tanah, 3) struktur bahan organik segar sangat kasar dan daya ikatnya terhadap air kecil, sehingga bila langsung dibenamkan akan mengakibatkan tanah menjadi sangat remah, 4) kotoran sapi tidak selalu tersedia pada saat keperluan, sehingga pembuatan kompos merupakan cara penyimpanan bahan organik sebelum digunakan sebagai pupuk.
Menurut Prihandini & Purwanto (2007) proses pengomposan adalah proses menurunkan C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (< 20). Selama proses pengomposan, terjadi perubahan unsur kimia yaitu : 1) karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak dan lilin menjadi CO2 dan H2O, 2) penguraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanarnan.
Menurut Indriani (2012), bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya karena semakin luas bahan yang tersentuh dengan bakteri. Oleh karena itu untuk mempercepat proses tersebut ukuran, bahan perlu diperkecil dengan cara dipotong atau dicacah. Pada dekomposisi aerob, oksigen harus cukup tersedia di dalam tumpukan. Apabila kekurangan oksigen, proses dekomposisi tidak dapat berjalan. Agar tidak kekurangan oksigen, tumpukan kompos harus dibalik minimum seminggu sekali.
Menurut pendapat Murbandono (2000), kelembaban di dalam timbunan kompos harus dijaga, karena kelembaban yang tinggi (bahan dalam keadaan becek) akan mengakibatkan volume udara menjadi berkurang. Semakin basah timbunan bahan maka kegiatan mengaduk harus makin sering dilakukan. Dengan demikian, volume udara terjaga stabilitasnya dan pembiakan bakteri anaerob bisa dicegah. Menjaga kestabilan suhu pada suhu ideal 40 - 500C amat penting dalam pembuatan kompos. Suhu yang kurang akan menyebabkan bakteri pengurai tidak bisa berkembangbiak atau bekerja secara wajar. Suhu yang terlalu tinggi bisa membunuh bakteri pengurai. Adapun kondisi yang kekurangan udara dapat memacu perrumbuhan bakteri anaerob.
Menurut Susanto (2002), terdapat bermacam-macam metode pengomposan yang telah dikembangkan dan dipraktekkan di Indonesia, baik yang bersifat sederhana maupun modern dengan skala industri. Model pengomposan dilaksanakan dengan cara ditimbun atau dipendam, dibungkus dengan kantong plastik dan menggunakan tong sampah.
Cukup banyak metode yang dapat digunakan dalam proses pengomposan masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kelemahan baik ditinjau dari bahan dasar maupun metode yang digunakan. Dalam proses pengomposan yang diperlukan adalah kesungguhan petani untuk mengolah limbah organik menjadi kompos.
Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh proses fermentasi dari bahan-bahan organik, termasuk kotoran manusia dan hewan, limbah rumah tangga, dan sampah-sampah organik secara anaerobik. Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar dan juga dapat menghasilkan listrik. Ada beberapa alasan mengapa biogas merupakan bahan bakar alternatif terbaik, di antaranya biogas memproduksi bahan bakar ramah lingkungan, biogas memiliki kandungan energi dalam jumlah yang besar, dan limbah biogas dapat dimanfaatkan sebagai pupuk (Putro, 2007).
Biogas menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan. Biogas terbuat dari bahan-bahan alami, seperti kotoran manusia dan hewan, serta limbah-limbah organik lain. Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon di atmosfer bila dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Biogas juga tidak menghasilkan limbah yang bisa mencemari lingkungan. Gas metana dalam biogas bisa terbakar sempurna. Sebaliknya, gas metana dalam bahan bakar fosil tidak bisa terbakar sempurna dan akan membahayakan lingkungan. Seperti kita ketahui, metana termasuk dalam gas-gas rumah kaca yang bisa menyebabkan pemanasan global (global warming). Sehingga penggunaan biogas bisa mencegah resiko terjadinya global warming (Putro, 2007).
Teknologi biogas sebenarnya bukan sesuatu hal yang baru. Berbagai negara telah mengaplikasikan teknologi ini sejak puluhan tahun yang lalu seperti petani di Inggris, Rusia dan Amerika serikat. Sementara itu di Benua Asia, India merupakan negara pelopor dan pengguna biogas sejak tahun 1900 semasa masih dijajahi Inggris, negara tersebut mempunyai lembaga khusus yang meneliti pemanfaatan limbah kotoran ternak yang disebut Agricultural Research instutute dan Gobar Gas Research Station, Lembaga tersebut pada tahun 1980 sudah mampu membangun instalasi biogas sebanyak 36.000 unit. Selain negara negara tersebut diatas, Taiwan, Cina, Korea juga telah memanfaatkan kotoran ternak sebagai bahan baku pembuatan biogas (Putro, 2007).
Paling tidak, ada dua macam Biogas yang dikenal saat ini, yaitu Biogas (yang juga sering disebut gas rawa) dan Biosyngas. Perbedaan mendasar dari kedua bahan diatas adalah cara pembuatannya. Biogas dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik dengan bantuan bakteri anaerob pada lingkungan tanpa oksigen bebas. Energi biogas didominasi oleh gas metana (CH4) 60%-70%, karbondioksida 40%-30% dan beberapa gas lainnya dalam jumlah yang lebih kecil. Sedangkan Biosyngas (atau lebih sering disingkat Syngas atau Producer Gas) adalah produk antara (intermediate) yang dibuat melalui proses gasifikasi thermokimia dimana pada suhu tinggi material kaya karbon seperti batubara, minyak bumi, gas alam atau <b>biomassa<b> dirubah menjadi karbon monoksida (CO) dan hidrogen (O2). Apabila bahan bakunya batubara, minyak bumi dan gas alam, maka disebut Syngas, sedangkan jika bahan bakunya biomassa maka disebut Biosyngas. Biosyngas dapat digunakan langsung menjadi bahan bakar atau sebagai bahan baku untuk proses kimia lainnya (Putro, 2007).
Pada prinsipnya, pembuatan Biogas sangat sederhana, hanya dengan memasukkan substrat (kotoran ternak) ke dalam digester yang anaerob. Dalam waktu tertentu Biogas akan terbentuk yang selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energi, misalnya untuk kompor gas atau listrik. Penggunaan biodigester dapat membantu pengembangan sistem pertanian dengan mendaur ulang kotoran ternak untuk memproduksi Biogas dan diperoleh hasil samping (by-product) berupa pupuk organik. Selain itu, dengan pemanfaatan biodigester dapat mengurangi emisi gas metan (CH4) yang dihasilkan pada dekomposisi bahan organik yang diproduksi dari sektor pertanian dan peternakan, karena kotoran sapi tidak dibiarkan terdekomposisi secara terbuka melainkan difermentasi menjadi energi gas bio (Putro, 2007).
Sebagaimana kita ketahui, Gas metan termasuk gas rumah kaca (greenhouse gas), bersama dengan gas CO2 memberikan efek rumah kaca yang menyebabkan terjadinya fenomena pemanasan global. Pengurangan gas metan secara lokal ini dapat berperan positif dalam upaya penyelesaian masalah global. Potensi kotoran sapi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan Biogas sebenarnya cukup besar, namun belum semua peternak memanfaatkannya. Bahkan selama ini telah menimbulkan masalah pencemaran dan kesehatan lingkungan. Umumnya para peternak membuang kotoran sapi tersebut ke sungai atau langsung menjualnya ke pengepul dengan harga sangat murah. Padahal dari kotoran sapi saja dapat diperoleh produk-produk sampingan (by-product) yang cukup banyak. Sebagai contoh pupuk organik cair yang diperoleh dari urine mengandung auksin cukup tinggi sehingga baik untuk pupuk sumber zat tumbuh. Serum darah sapi dari tempat-tempat pemotongan hewan dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi bagi tanaman, selain itu dari limbah jeroan sapi dapat juga dihasilkan aktivator sebagai alternatif sumber dekomposer (Putro, 2007).

1.2  Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan pupuk kompos dengan metode takakura dan pengamatan pembautan biogas adalah sebagai berikut:
1.2.1        Mengetahui apa yang dimaksud dengan kompos.?
1.2.2        Mengetahui bagaimana cara pembuatan bibit kompos.?
1.2.3        Mengetahui bagaimana cara pembuatan stater mikroorganisme.?
1.2.4        Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan.?
1.2.5        Mengetahui apa yang dimaksud dengan biogas.?
1.2.6        Mengetahui proses pembuatan biogas.?
1.2.7        Mengetahui tentang manfaat biogas.?

1.3  Manfaat
Adapun manfaat dalam pembuatan pupuk kompos dengan metode takakura dan pengamatan pembuatan biogas adalah dapat menambah ilmu pengatahuan khususnya tentang pembuatan kompos dan biogas.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Kompos
Kompos adalah bahan-bahan organik (sampah organik) yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikro organism (bakteri pembusuk) yang bekerja di dalamnya. Bahan-bahan organik tersebut seirerti daun, rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran hewan, rerontokan kembang, air kencing, dan lain-lain. Kelangsungan hidup mikroorganisme tersebut di dukung oleh keadaan lingkungan yang basah dan lembab (Murbandono, 2000).
Menurut Isroi & Yuliarti (2009) pengomposan adalah proses alami dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Pembuatan kompos dilakukan dengan mengatur dan mengotrol proses alami tersebut agar kompos terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi pembuatan campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi yang baik, serta penambahan aktivator.
Kompos bisa terjadi dengan sendirinya, lewat proses alamiah. Namun, proses tersebut berlangsung lama sekali, dapat mencapai puluhan tahun, bahkan berabad-abad. Padahal kebutuhan akan tanah yang subur sudah mendesak. Oleh karena itu, proses itu perlu dipercepat dengan bantuan manusia. Bahan-bahan organik tidak dapat langsung digunakan tanpa dikomposkan terlebih dahulu karena bahan organik yang masih mentah tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Bahan organik itu harus diuraikan terlebih dahulu agar tanaman dapat menyerap unsur hara yang dikandungnya. Pemakaian lansung bahan-bahan organik justru dapat menghambat pertumbuhan tanaman karena bahan itu dapat menjadi serangan hama tempat tumbuhnya penyakit atau dapat meracuni tumbuhan dengan pengeluaran hasil metabolik sekunder berupa senyawa alelopati (Isroi & Yuliarti, 2009).
Tanah yang secara terus-menerus ditanami pasti akan berkurang kesuburannya akibat kandungan unsur haranya semakin menipis. Kandungan unsur hara pada lapisan tanah tersebut dapat ditingkatkan kembati dengan pemupukan, disamping tergantung pada proses-proses yang terjadi dalam pembentukan tanah. Untuk meningkatkan kandungan unsur hara itu pupuk dibutuhkan. Seberapa pupuk yang diperlukan tentu tergantung kondisi tanah. Menurut Balai Penelitian/Balai Teknologi Pertanian, faktor yang menentukan berapa banyak unsur hara yang diperlukan untuk koreksi ialah kondisi kesuburan tanah itu sendiri, kemasaman (pH), kelembaban tanah, tinggi rendalrnya kadar bahan organik dalam tanah, kemampuan penyerapan terhadap pupuk (zat-zat mineral) dari tanaman, faktor iklim, dan nilai ekonomi tanaman yang dibudidayakan (Isroi & Yuliarti, 2009).
Cara untuk mengembalikan kesuburan tanah adalah dengan menggunakan pupuk organik seperti kompos. Bahan ini diyakini mampu meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk organik mampu mengurangi dampak buruk penggunaan pupuk kimia dan sekaligus mengembalikan kesuburan tanah hingga kembali seperti semula (Isroi & Yuliarti, 2009).
Pupuk organik merupakan hasil akhir dan atau hasil antara dari perubahan atau penguraian bagian dan sisa-sisa tanaman dan hewan. Karena pupuk organik berasal dari bahan organik yang mengandung segala macam unsur, maka pupuk ini pun mengandung hampir semua unsur (baik makro maupun mikro). Hanya saja ketersediaan unsur-unsur tersebut biasanya dalam jurnlah yang sedikit (Murbandono, 2000).
Kompos yang digunakan sebebagai pupuk disebut pupuk organik karena penyusunnya terdiri dari bahan-bahan organik. Kompos ibarat multivitamin bagi tanah pertanian. Kompos mampu meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos mampu memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan bahan organik, sekaligus meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan airnya. Aktivitas mikroba yang bermanfaat bagi tanaman pun akan meningkat. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari dalam tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba juga dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit (Isroi & Yuliarti, 2009).
Kandungan unsur hara di dalam kompos cukup lengkap, meliputi unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg, S) dan unsur hara mikro (Fe, Cu, Mn, Zn, Mo, B, Cl) yang sangat diperlukan bagi tanaman. Memang kandungan unsur hara tersebut tidak banyak, jauh lebih sedikit dibanding kandungan unsur hara pada pupuk kimia. Oleh karena itu, aplikasi kompos biasanya dilakukan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan aplikasi pupuk kimia (Isroi & Yuliarti, 2009).
Pengolahan kotoran sapi yang mempunyai kandungan N, P dan K yang tinggi sebagai pupuk kompos dapat mensuplai unsur hara yang dibutuhkan tanah dan memperbaiki struktur tanah menjadi lebih baik (Iwan, 2002). Menurut Hartuti (2007) tanah yang baik/sehat, kelarutan unsur-unsur anorganik akan meningkat, serta ketersediaan asam amino, zat gula, vitamin dan zat-zat bioaktif hasil dari aktivitas mikroorganisme efektif dalam tanah akan bertambah, sehingga pertumbuhan tanaman semakin optimum.
Keunggulan lain kompos terletak pada kandungan bahan organiknya, termasuk asam humat dan asam fulfat, yang bermanfaat untuk memacu pertumbuhan tanaman. Dalam jangka pendek penggunaan kompos dapat memperbaiki sifat fisik tanah dan meningkatkan aktivitas biologis tanah dengan menyuplai sebagian kebutuhan tanaman akan unsur hara. Dalam jangka panjang aplikasi kompos dapat mengembalikan kesuburan dan produktivitas tanah (Isroi & Yuliarti, 2009)

2.2  Membuat Bibit Kompos Takakura
Bibit kompos takakura dibuat dari dua bahan, yaitu dedak serta sekam padi. Perbandingan pada dedak serta sekam yaitu satu banding satu. Dekomposer yang dipakai yaitu ke-2 larutan starter yang telah di buat lewat cara diatas. Tersebut langkah-langkahnya (Ambarwati,  2004) :
Ø  Siapkan 100 kg dedak, 100 kg sekam, starter mikroorganisme, air bersih serta terpal plastik. 
Ø  Mencari tempat yang terlindung panas serta hujan dengan basic plester atau permukaan keras yang lain.
Ø  Aduk dedak serta sekam hingga rata. Lalu imbuhkan larutan starter yang sudah kita buat pada awal mulanya lalu aduk hingga rata. 
Ø  Siram dengan air bersih seperlunya sampai meraih kelembapan 40-60%. Untuk memperkirakan kelembapan yaitu dengan langkah menggenggam material dengan kepalan tanagan. Jika material telah dapat membuat serta solid itu tandanya kelembapan telah terwujud. Tetapi jika saat dikepal keluarkan air, tandanya kelembapan telah berlebihan.
Ø  Tutup rapat tumpukan material itu dengan terpal plastik serta diamkan sepanjang 5-7 hari.
Ø  Sinyal kompos telah masak jika permukaan tumpukan kompos diselimuti susunan mould putih. Warna kompos coklat gembur serta tak berbau. Bibit kompos yang dihasilkan cukup untuk 40-50 rumah tangga.

2.3  Starter Migroorganisme
Larutan starter dibuat lewat cara mengisolasi mikroorganisme pengurai berbahan makanan seperti tempe, youghurt, tauco, sayuran serta buah-buahan. Mikroorganisme diambil dari beberapa bahan itu lantaran sifatnya yg tidak berbau busuk. Ada dua larutan starter yang perlu disediakan. Pertama larutan berbasis bakteri fermentasi dengan penambahan gula. Kedua, bakteri yang diambil dari sayuran serta buah dengan menambahkan garam. Starter ini bakal digunakan juga sebagai dekomposer dalam pembuatan bibit kompos takakura. Adapun cara pembuatan starter mikroorganisme (Ambarwati,  2004).
2.3.1        Starter dengan Larutan Gula
Ø  Siapkan stoples kaca ukuran lima liter, tentukan yang kedap hawa. 
Ø  Imbuhkan kedalam toples 200 gr gula pasir, encerkan dengan 3 liter air bersih aduk hingga rata. 
Ø  Masukkan 5 butir ragi atau ragi tempe. Jika tak ada dapat ditukar dengan sepotong tempe atau tape. 
Ø  Tutup rapat dalam toples, diamkan sampai 3-5 hari. Warna akhir larutan coklat pekat baunya wangi tape. Larutan siap untuk dipakai. 
2.3.2        Starter dengan Larutan Garam
Ø  Siapkan stoples kaca ukuran lima liter, tentukan yang kedap udara.
Ø  Imbuhkan kedalam toples 3 sendok makan gula dapur, encerkan dengan 5 liter air bersih aduk hingga rata. 
Ø  Tentukan sebagian potong sayuran hijau seperti kangkung, atau kulit buah-buahan seperti pepaya, pisang. Lumat material itu dengan jus, masukkan kedalam toples. 
Ø  Tutup toples dengan rapat, diamkan 3-5 hari. Jika baunya enak, seperti bau tape atau alkohol berarti larutan telah siap dipakai (Ambarwati, 2004).

2.4  Potensi Limbah Ternak Sebagai Kompos
Kotoran dan air kencing merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dalam pemeliharaan ternak selain limbah yang berupa sisa pakan. Pada umumnya setiap kilogram daging sapi yang dihasilkan ternak sapi potong juga menghasilkan 25 kg kotoran padat.Besarnya limbah padat yang dihasilkan dari usaha penggemukan sapi potong berpotensi dimanfaatkan menjadi sumber kompos dan berpotensi untuk dijadikan sumber pendapatan tambahan dari usaha penggemukan sapi potong. Sebagai contoh, untuk penggemukan dengan target pertambahan berat badan harian (PBBH) sebesar 0,5 kg akan dihasilkan sebanyak 12,5 kg kotoran per hari. Jika target penggemukan adalah pertambahan berat badan sebesar 90 kg dalam satu periode penggemukan selama 6 bulan akan dihasilkan kotoran sebanyak 2,2 ton dari seekor ternak setiap satu periode penggemukan. Jika kotoran ternak dan sisa pakan diproses menjadi kompos maka setidaknya dari setiap ekor sapi penggemukan dapat dihasilkan 1,5 ton kompos per 6 bulan (Soeparman, 2001).
Pengomposan merupakan proses biodegradasi bahan organik menjadi kompos dimana proses dekomposisi atau penguraian dilakukan oleh bakteri, yeast dan jamur. Untuk mempercepat proses dekomposisi bahan-bahan limbah organik menjadi pupuk organik yang siap dimanfaatkan oleh tanaman dilakukan proses penguraian secara artifisial. Kotoran ternak sapi dapat dijadikan bahan utama pembuatan kompos karena memiliki kandungan nitrogen, potassium dan materi serat yang tinggi. Kotoran ternak ini perlu penambahan bahan-bahan seperti serbuk gergaji, abu, kapur dan bahan lain yang mempunyai kandungan serat yang tinggi untuk memberikan suplai nutrisi yang seimbang pada mikroba pengurai sehingga selain proses dekomposisi dapat berjalan lebih cepat juga dapat dihasilkan kompos yang berkualitas tinggi (Soeparman, 2001).

2.5  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengomposan
2.5.1 Rasio C/N Bahan Baku
Rasio C/N yang efektif unhrk pengomposan berkisar antara 30:1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 hingga 40, mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga defomposisi berjalan lambat. Selama proses pengomposan itu rasio C/N akan terus menurun. Kompos yang telah matang memiliki rasio C/N-nya kurang dari 20 (Isroi & Yuliarti, 2009).
2.5.2 Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba terjadi di antara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan organik sehingga proses pengomposan dapat terjadi lebih cepat. Ukuran pertikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan, misalnya dengan cara mencacahnya kecuali kotoran hewan (Isroi & Yuliarti, 2009).
2.5.3 Aerasi
Pengomposan dapat berjalan cepat bila kondisi oksigen mencukupi (aerob). Aerasi alami berlangsung saat terjadi peningkatan suhu, yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk kedalam tuppukan bahan kompos. Namun demikian, hal itu sangat tergantung pada ketebalan tumpukan bahan. Jika tumpukan bahan terlalu tebal maka aerasi akan berjalan lebih lambat. Aerasi juga ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan (kelembaban). Apabila aerasi terhambat maka akan terjadi proses anaerob yang menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau dengan pengaliran udara di dalam tumpukan bahan organik yang hendak dikomposkan itu (Isroi & Yuliarti, 2009).
2.5.4 Porositas
Porositas adalah rungan di antara partikel di dalam tumpukan bahan kompos. Porositas di hitung dengan mengatur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga itu akan terisi air dan udara yang memasok oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dipenuhi oleh air maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan akan terganggu (Isroi & Yuliarti, 2009).
2.3.5 Kelembapan
Kelembaban memengang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba yang secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap pasokan oksigen. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut dalam air. Kelembaban 40-60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba, sehingga sangat baik untuk proses pengomposan. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan menurun dan aktivitasnya akan lebih rendah lagi pada kelembaban l5%. Apabila kelembabannya lebih dari 60%, unsur hara akan tercuci, volume udara akan berkurang. Akibatnya, aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerob yang meninbulkan bau tidak sedap (Isroi & Yuliarti, 2009).
2.5.6 Temperatur
Temperatur atau panas sangatlah penting dalam proses pengomposan. Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur, semakin tinggi aktivitas metabolisme, semakin banyak konsumsi oksigen, semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan bahan organik. Temperatur yang berkisar antara 30-700 menunjukkan akfivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 700C akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang dapat bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba patogen tanaman dan benih gulma (Isroi & Yuliarti, 2009).
2.5.7 Keasaman (pH)
Proses pemgomposan dapat terjadi pada kisaran pH  antara 6,5 sampai 7,5, pH kotoran ternak umumnya berkisar antan 6,8 hingga 7,4. Baktei lebih senang pada pH netral, fungi berkembang cukup baik pada kondisi pH agak asam. Kondisi yang alkali kuat menyebabkan kehilangan nitrogen, hal ini kemungkinan terjadi apabila ditambahkan kapur pada saat pengomposan berlangsung. Proses pengomposan akan menyebabkan terjadinya perubahan pada bahan organik dan pH-nya. Sebagai contoh, proses pelepasan asarn, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (keasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral (Isroi & Yuliarti 2009).
2.5.8 Kandungan Hara
Kandungan N, P dan K juga penting dalam proses pengomposan. Ketiga unsur ini biasanya terdapat di dalam bahan kompos dari peternakan. Hara ini dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengornposan (Isroi & Yuliarti, 2009). Kandungan unsur hara N, P, dan K dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:
Tabel 2.1. Kandungan N, P, dan K dalam Kotoran sapi
Bobot Badan (kg)
N(%)
P(%)
K(%)
277
28.1
9.1
20
340
42.2
13.6
30
454
56.2
18.2
39.9
567
70.3
22.7
49.9
Sumber : vanderholm (1979) dalam Undang-undang (2002)
Dari tabel di atas, dapat kita lihat bahwa bobot badan sangat mempengaruhi kadar unsur hara N, P, dan K, yang mana semakin berat bobot badan semakin banyak unsur hara yang dikandung.
2.5.9 Kandungan Bahan Berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat, seperti Hg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang masuk dalam kategori ini. Logam-logam berat itu akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan (Isroi & Yuliarti, 2009).

2.6  Pengertian Biogas
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen biogas antara lain sebagai berikut : ± 60 % CH4 (metana), ± 38 % CO2 (karbon dioksida) dan ± 2 % N2, O2, H2, & H2S. Biogas dapat dibakar seperti elpiji, dalam skala besar biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik, sehingga dapat dijadikan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan. Sumber energi Biogas yang utama yaitu kotoran ternak Sapi, Kerbau, Babi dan Kuda (Engler, 200).
Di negara Cina Sejak tahun 1975 "biogas for every household". Pada tahun 1992, 5 juta rumah tangga di China menggunakan biogas. Reaktor biogas yang banyak digunakan adalah model sumur tembok dengan bahan baku kotoran ternak & manusia serta limbah pertanian. Kemudian di negara India Dikembangkan sejak tahun 1981 melalui "The National Project on Biogas Development" oleh Departemen Sumber Energi non-Konvensional. Tahun 1999, 3 juta rumah tangga menggunakan biogasReaktor biogas yang digunakan model sumur tembok dan dengan drum serta dengan bahan baku kotoran ternak dan limbah pertanian. Dan yang terakhir negara Indonesia Mulai diperkenalkan pada tahun 1970-an, pada tahun 1981 melalui Proyek Pengembangan Biogas dengan dukungan dana dari FAO dibangun contoh instalasi biogas di beberapa provinsi (Engler, 200).
Penggunaan biogas belum cukup berkembang luas antara lain disebabkan oleh karena masih relatif murahnya harga BBM yang disubsidi, sementara teknologi yang diperkenalkan selama ini masih memerlukan biaya yang cukup tinggi karena berupa konstruksi beton dengan ukuran yang cukup besar. Mulai tahun 2000-an telah dikembangkan reaktor biogas skala kecil (rumah tangga) dengan konstruksi sederhana, terbuat dari plastik secara siap pasang (knockdown) dan dengan harga yang relatif murah. Manfaat energi biogas adalah sebagai pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan dipergunakan untuk memasak kemudian sebagai bahan pengganti bahan bakar minyak (bensin, solar). Dalam skala besar, biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik. Di samping itu, dari proses produksi biogas akan dihasilkan sisa kotoran ternak yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk organik pada tanaman / budidaya pertanian. Potensi pengembangan Biogas di Indonesia masih cukup besar. Hal tersebut mengingat cukup banyaknya populasi sapi, kerbau dan kuda, yaitu 11 juta ekor sapi, 3 juta ekor kerbau dan 500 ribu ekor kuda pada tahun 2005. Setiap 1 ekor ternak sapi/kerbau dapat dihasilkan + 2 m3 biogas per hari. Potensi ekonomis Biogas adalah sangat besar, hal tersebut mengingat bahwa 1 m3 biogas dapat digunakan setara dengan 0,62 liter minyak tanah. Di samping itu pupuk organik yang dihasilkan dari proses produksi biogas sudah tentu mempunyai nilai ekonomis yang tidak kecil pula (Engler, 200).

2.7 Proses Pembuatan Biogas
Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang sebagian besar adalah berupa gas metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida, gas inilah yang disebut biogas. Proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah mikroorganisme, terutama bakteri metan. Suhu yang baik untuk proses fermentasi adalah 30-55oC, dimana pada suhu tersebut mikroorganisme mampu merombak bahan bahan organik secara optimal. Menurut Putro, S (2007)  Hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri adalah gas metan seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.2 Komposisi biogas (%) kotoran sapi dan campuran kotoran ternak dengan sisa pertanian
Jenis gas biogas
Kotoran sapi
Kotoran sapi + sisa Pertanian
Metan (CH4)
65,7
54 – 70
Karbon dioksida (CO2)
27,0
45 – 57
Nitrogen (N2)
2,3
0,5 - 3,0
Karbon monoksida (CO)
0
0,1
Oksigen (O2)
0,1
6,0
Propena (C3H8)
0,7
-
Hidrogen sulfida(H2S)
-
Sedikit
Nilai kalor (kkal/m2)
6513
4800 – 6700
Sumber : Putro, (2007)
Bangunan utama dari instalasi biogas adalah Digester yang berfungsi untuk menampung gas metan hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri. Jenis digester yang paling banyak digunakan adalah model continuous feeding dimana pengisian bahan organiknya dilakukan secara kontinu setiap hari. Besar kecilnya digester tergantung pada kotoran ternak yamg dihasilkan dan banyaknyaÿ biogas yang diinginkan. Lahanÿ yang diperlukan sekitar 16 m2. Untuk membuat digester diperlukan bahan bangunan seperti pasir, semen, batu kali, batu koral, bata merah, besi konstruksi, cat dan pipa prolon (Putro, 2007)
Bio gas sangat mudah diproduksi. Bahan dasarnya berupa kotoran sapi diaduk ke dalam drum. Komposisinya setengah drum diisi kotoran sapi sebanyak kira-kira tiga argo (kereta dorong yang biasa untuk mengangkut bahan bangunan). Baru seperempatnya ditambahi air. Setelah komposisi itu terpenuhi, kotoran sapi dan air diaduk merata. Ampas kotoran dari rumput-rumputan yang belum halus oleh proses pencernaan di dalam perut sapi dipisahkan. Ini dilakukan agar tidak terjadi penyumbatan saat dimasukkan ke dalam reaktor (Putro, 2007)
Di dalam reator proses pembuatan gas itu terjadi secara alami. Gas ini pun langsung dapat dialirkan ke kompor melalui pipa penghubung reaktor dan kompor dan nyala api pun bisa didapatkan. Kompor siap dipakai. Dengan campuran sebanyak satu drum ini, kompor bisa bertahan selama seharian penuh. Bahkan tidak mati walau dipakai terus menerus selama empat jam lamanya, jika bahan bakunya melimpah dan reaktor terisi terus (Putro, 2007)
Prinsipnya biogas bahannya adalah materi organik (bisa sisa-sisa tumbuhan, kotoran hewan). Pertama harus disiapkan starter (diambil dari kotoran sapi/ruminantia, kira-kira 1jerigen, simpan selama 2 minggu. Disiapkan kontainer (bisa menggunakan drum bekas yang di lubangi salah satu sisinya. Siapkan drum lain berukuran lebih kecil dengan keran. Siapkan kotoran sapi, kerbau, kuda, atau kotoran hewan lain dan sisa dedauanan/rumput. Masukan 1 ember limbah  organik tersebut dalam drum, tambahkan satu ember air, aduk, demikian seterusnya sampai volume drum 80%, masukan starter, aduk hingga merata. Masukan drum yang lebih kecil. Biarkan kira-kira 4 minggu, sudah mulai dihasilkan gas, dengan indikasi drum kecil terangkat.un-tak-beli-minyak-tanah. Berdasarkan ilmu dan pengalaman yang saya dapat dari tempat kerja,  yang pertama harus kita punya adalah reaktornya itu sendiri karena di tempat itu tempat terjadinya reaksi dihasilkan gas CH4 (metan).
Cara kerja membuat biogas:
a.       Mencampurkan kotoran sapi yang masih baru keluar dari anus sapi dengan air (perbandingannya 1:1) di bak pencampuran/tempat yang telah disediakan.
b.      Setelah itu, campuran itu akan masuk ke dalam reaktor /digesternya dan disitu akan terjadi reaksinya.
c.       Gas yang dihasilkan akan tertampung dengan sendirinya melalui saluran pipa yang telah disambungkan ke tempat penampungan gas.
d.      Gas yang dihasilkan dapat dibakar dan menjadi api sehingga bisa digunakan untuk memasak.

2.8 Teknologi Digester
Saat ini berbagai bahan dan jenis peralatan biogas telah banyak dikembangkan sehingga dapat disesuaikan dengan karakteristik wilayah, jenis, jumlah dan pengelolaan kotoran ternak. Secara umum terdapat dua teknologi yang digunakan untuk memperoleh biogas. Pertama, proses yang sangat umum yaitu fermentasi kotoran ternak menggunakan digester yang didesain khusus dalam kondisi anaerob. Kedua, teknologi yang baru dikembangkan yaitu dengan menangkap langsung gas metan dari lokasi tumpukan sampah tanpa harus membuat digester khusus (Harahap, 1978). Beberapa keuntungan kenapa digester anaerobik lebih banyak digunakan antara lain :
1. Keuntungan pengolahan limbah
a.    Digester anaerobik merupakan proses pengolahan limbah yang alami.
b.    Membutuhkan lahan yang lebih kecil dibandingkan dengan proses kompos aerobik ataupun penumpukan sampah
c.    Memperkecil volume atau berat limbah yang dibuang
d.   Memperkecil rembesan polutan
2.    Keuntungan energi
a.       Proses produksi energi bersih
b.      Memperoleh bahan bakar berkualitas tinggi dan dapat diperbaharui
c.       Biogas dapat dipergunakan untuk berbagai penggunaan
3.    Keuntungan lingkungan .
a.     Menurunkan emisi gas metan dan karbondioksida secara signifikan
b.    Menghilangkan bau
c.     Menghasilkan kompos yang bersih dan pupuk yang kaya nutrisi
d.    Memaksimalkan proses daur ulang
e.     Menghilangkan bakteri coliform sampai 99% sehingga memperkecil kontaminasi sumber air
4.    Keuntungan ekonomi
Lebih ekonomis dibandingkan dengan proses lainnya ditinjau dari siklus ulang proses Bagian utama dari proses produksi biogas yaitu tangki tertutup yang disebut digester. Desain digester bermacam-macam sesuai dengan jenis bahan baku yang digunakan, temperatur yang dipakai dan bahan konstruksi. Digester dapat terbuat dari cor beton, baja, bata atau plastik dan bentuknya dapat berupa seperti silo, bak, kolam dan dapat diletakkan di bawah tanah. Sedangkan untuk ukurannya bervariasi dari 4-35 m3. Biogas dengan ukuran terkecil dapat dioperasikan dengan kotoran ternak 3 ekor sapi, 7 ekor babi atau 500 ekor unggas.
 Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dalam penampung plastik atau digunakan langsung pada kompor untuk memasak, menggerakan generator listrik, patromas biogas, penghangat ruang/kotak penetasan telur dll.

2.9 Manfaat Biogas
Manfaat energi biogas adalah sebagai pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan dipergunakan untuk memasak kemudian sebagai bahan pengganti bahan bakar minyak (bensin, solar). Dalam skala besar, biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik. Di samping itu, dari proses produksi biogas akan dihasilkan sisa kotoran ternak yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk organik pada tanaman/budidaya pertanian. Potensi pengembangan Biogas di Indonesia masih cukup besar. Hal tersebut mengingat cukup banyaknya populasi sapi, kerbau dan kuda, yaitu 11 juta ekor sapi, 3 juta ekor kerbau dan 500 ribu ekor kuda pada tahun 2005. Setiap 1 ekor ternak sapi/kerbau dapat dihasilkan + 2 m3 biogas per hari. Potensi ekonomis Biogas adalah sangat besar, hal tersebut mengingat bahwa 1 m3 biogas dapat digunakan setara dengan 0,62 liter minyak tanah. Di samping itu pupuk organik yang dihasilkan dari proses produksi biogas sudah tentu mempunyai nilai ekonomis yang tidak kecil pula (Rahayu, 2009).

2.10 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesuksesan Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak
Untuk memanfaatkan kotoran ternak menjadi biogas, diperlukan beberapa syarat yang terkait dengan aspek teknis, infrastruktur, manajemen dan sumber daya manusia. Bila faktor tersebut dapat dipenuhi, maka pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas sebagai penyediaan energi dipedesaan dapat berjalan dengan optimal (Sulaeman, 2008).
 Menurut Sulaeman, D. (2008) terdapat sepuluh faktor yang dapat mempengaruhi optimasi pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas yaitu :
1.    Ketersediaan ternak
Jenis, jumlah dan sebaran ternak di suatu daerah dapat menjadi potensi bagi pengembangan biogas. Hal ini karena biogas dijalankan dengan memanfaatkan kotoran ternak. Kotoran ternak yang dapat diproses menjadi biogas berasal dari ternak ruminansia dan non ruminansia seperti sapi potong, sapi perah dan babi; serta unggas.
Jenis ternak mempengaruhi jumlah kotoran yang dihasilkannya. Untuk menjalankan biogas skala individual atau rumah tangga diperlukan kotoran ternak dari 3 ekor sapi, atau 7 ekor babi, atau 500 ekor ayam.
2.    Kepemilikan Ternak
Jumlah ternak yang dimiliki oleh peternak menjadi dasar pemilihan jenis dan kapasitas biogas yang dapat digunakan. Saat ini biogas kapasitas rumah tangga terkecil dapat dijalankan dengan kotoran ternak yang berasal dari 3 ekor sapi atau 7 ekor babi atau 500 ekor ayam. Bila ternak yang dimiliki lebih dari jumlah tersebut, maka dapat dipilihkan biogas dengan kapasitas yang lebih besar (berbahan fiber atau semen) atau beberapa biogas skala rumah tangga.
3.    Pola Pemeliharaan Ternak
Ketersediaan kotoran ternak perlu dijaga agar biogas dapat berfungsi optimal. Kotoran ternak lebih mudah didapatkan bila ternak dipelihara dengan cara dikandangkan dibandingkan dengan cara digembalakan.
4.     Ketersediaan Lahan
Untuk membangun biogas diperlukan lahan disekitar kandang yang luasannya bergantung pada jenis dan kapasitas biogas. Lahan yang dibutuhkan untuk membangun biogas skala terkecil (skala rumah tangga) adalah 14 m2 (7m x 2m). Sedangkan skala komunal terkecil membutuhkan lahan sebesar 40m2 (8m x 5m).
5.    Tenaga Kerja
Untuk mengoperasikan biogas diperlukan tenaga kerja yang berasal dari peternak/pengelola itu sendiri. Hal ini penting mengingat biogas dapat berfungsi optimal bila pengisian kotoran ke dalam reaktor dilakukan dengan baik serta dilakukan perawatan peralatannya.
Banyak kasus mengenai tidak beroperasinya atau tidak optimalnya biogas disebabkan karena: pertama, tidak adanya tenaga kerja yang menangani unit tersebut; kedua, peternak/pengelola tidak memiliki waktu untuk melakukan pengisian kotoran karena memiliki pekerjaan lain selain memelihara ternak.
6.    Manajemen Limbah/Kotoran
Manajemen limbah/kotoran terkait dengan penentuan komposisi padat cair kotoran ternak yang sesuai untuk menghasilkan biogas, frekuensi pemasukan kotoran, dan pengangkutan atau pengaliran kotoran ternak ke dalam raktor. Bahan baku (raw material) reaktor biogas adalah kotoran ternak yang komposisi padat cairnya sesuai yaitu 1 berbanding 3. Pada peternakan sapi perah komposisi padat cair kotoran ternak biasanya telah sesuai, namun pada peternakan sapi potong perlu penambahan air agar komposisinya menjadi sesuai.
Frekuensi pemasukan kotoran dilakukan secara berkala setiap hari atau setiap 2 hari sekali tergantung dari jumlah kotoran yang tersedia dan sarana penunjang yang dimiliki. Pemasukan kotoran ini dapat dilakukan secara manual dengan cara diangkut atau melalui saluran.
7.    Kebutuhan Energi
Pengelolaan kotoran ternak melalui proses reaktor an-aerobik akan menghasilkan gas yang dapat digunakan sebagai energi. Dengan demikian, kebutuhan peternak akan energi dari sumber biogas harus menjadi salah satu faktor yang utama. Hal ini mengingat, bila energi lain berupa listrik, minyak tanah atau kayu bakar mudah, murah dan tersedia dengan cukup di lingkungan peternak, maka energi yang bersumber dari biogas tidak menarik untuk dimanfaatkan. Bila energi dari sumber lain tersedia, peternak dapat diarahkan untuk mengolah kotoran ternaknya menjadi kompos atau kompos cacing (kascing).
8.    Jarak (kandang-reaktor biogas-rumah)
Energi yang dihasilkan dari reaktor biogas dapat dimanfaatkan untuk memasak, menyalakan petromak, menjalankan generator listrik, mesin penghangat telur/ungas dll. Selain itu air panas yang dihasilkan dapat digunakan untuk proses sanitasi sapi perah.
Pemanfaatan energi ini dapat optimal bila jarak antara kandang ternak, reaktor biogas dan rumah peternak tidak telampau jauh dan masih memungkinkan dijangkau instalasi penyaluran biogas. Karena secara umum pemanfaatan energi biogas dilakukan di rumah peternak baik untuk memasak dan keperluan lainnya.
9.    Pengelolaan Hasil Samping Biogas
Pengelolaan hasil samping biogas ditujukan untuk memanfaatkannya menjadi pupuk cair atau pupuk padat (kompos). Pengeolahannya relatif sederhana yaitu untuk pupuk cair dilakukan fermentasi dengan penambahan bioaktivator agar unsur haranya dapat lebih baik, sedangkan untuk membuat pupuk kompos hasil samping biogas perlu dikurangi kandungan airnya dengan cara diendapkan, disaring atau dijemur. Pupuk yang dihasilkan tersebut dapat digunakan sendiri atau dijual kepada kelompok tani setempat dan menjadi sumber tambahan pandapatan bagi peternak.
10.    Srana Pendukung
Sarana pendukung dalam pemanfaatan biogas terdiri dari saluran air/drainase, air dan peralatan kerja. Sarana ini dapat mempermudah operasional dan perawatan instalasi biogas. Saluran air dapat digunakan untuk mengalirkan kotoran ternak dari kandang ke reaktor biogas sehingga kotoran tidak perlu diangkut secara manual. Air digunakan untuk membersihkan kandang ternak dan juga digunakan untuk membuat komposisi padat cair kotoran ternak yang sesuai. Sedangkan peralatan kerja digunakan untuk mempermudah/meringankan pekerjaan/perawatan instalasi biogas.
Selain sepuluh faktor di atas, kemauan peternak/pelaku untuk, menjalankan instalasi biogas dan merawatnya serta memanfaatkan energi biogas menjadi modal utama dalam pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas. Tanpa adanya kemauan peternak untuk secara aktif mengoptimalkan biogas, maka faktor-faktor lain tidak akan cukum membantu dalam optimalisasi pemanfaatan biogas.




2.11 Potensi Limbah Ternak Sebagai Biogas
Sapi dewasa yang dikandangkan menghasilkan kotoran segar sebanyak 6 sampai 8 kg/hari. Kotoran tersebut dapat langsung digunakan untuk menghasilkan gas bio dan kemudian limbah padatnya masih dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Gas bio merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi tertutup bahan-bahan organik termasuk kotoran ternak. Fermentasi tertutup dapat berlangsung jika kotoran dimasukkan dalam satu tempat tertutup yang disebut reaktor. Untuk skala rumah tangga dengan jumlah ternak 2 – 4 ekor atau suplai kotoran sebanyak kurang lebih 25 kg/hari cukup menggunakan tabung reaktor berkapasitas 2500 – 5000 liter yang dapat menghasilkan biogas setara dengan 2 liter minyak tanah/hari dan mampu memenuhi kebutuhan energi memasak satu rumah tangga pedesaan dengan 6 orang anggota keluarga. Jika harga eceran minyak tanah Rp. 3.500/liter maka penggunaan biogas dapat mengurangi biaya rumah tangga sebesar Rp 2.500.000/tahun. Satu reaktor biogas kapasitas 2500 liter membutuhkan biaya Rp. 3.500.000 dengan umur penggunaan berkisar 10 tahun. Dengan demikian penggunaan biogas secara nyata menurunkan biaya rumah tangga tani untuk membeli minyak tanah  (Soeparman, 2001).


BAB III
METODELOGI

3.1 Waktu dan Tempat
3.1.1 Waktu dan tempat pelaksanan praktikum pembuatan kompos sebagai berikut :
Hari             : Selasa
Tanggal       : 03 Mei – 10 juni 2016
Tempat       : Lab Ilmu Peternakan Fakultas pertanian dan Perikanan
 Universitas Samawa (UNSA) atau kampus II
3.1.2 Waktu dan tempat pelaksanaan peraktikum pengamatan pembuatan   biogas sebagai berikut:
Hari          : Jum’at
Tanggal    : 17 Juni 2016
Tempat     : Desa Penyaring Kec. Moyo Utara

3.2  Alat dan Bahan
3.2.1 Alat dan bahan praktikum pembuatan kompos yaitu sebagai berikut :
a.    Alat Meliputi:
Ø Sekop
Ø Kardus
Ø Toples ukuran 5 liter
Ø Camera
b.    Bahan Meliputi :
Ø Dedak
Ø Sekam padi
Ø Air
Ø Daun-daunan kering
Ø Kulit pisang
Ø Kulit pepaya
Ø Garam
Ø Kangkung
3.2.2  Alat dan bahan dalam pengamatan pembuatan biogas adalah Camera, Polpoin dan Buku.

3.3 Langkah Kerja
3.3.1 Adapun langkah kerja dalam pembuatan kompos dengan metode takakura yaitu membuat starter mikroorganisme, membuat kompos dan kompos kemudian mencampurkan bibit kompos yang sudah disediakan, diaduk sampai merata setelah semua udah merata baru air larutan garam atau mikroorganisme tadi yang sudah dibuat dicampurkan dengan bibit kompos, kemudian diaduk kembali sampai merata atau kelihatan basah dan di tambah air sedikit, setelah udah tercampur semua dan kelihatan basah baru kompos tersebut dimasukan dalam kardus atau keranjang takakura dan ditutup merapat.
3.3.2 Adapun langkah kerja pembuatan biogas yaitu:
Ø Mempersiapkan alat dan bahan
Ø Mengumpulkan bahan dasar yaitu kotoran sapi dan air
Ø Setelah sudah terkumpul semua baru kotoran sapi dimasukan ketempat pengasukan kompos dan jangan lupa dimasukan air gunanya untuk mempermudah pengadukan.
Ø Tunggu beberapa jam baru gas nya bisa di pakai.




3.4 Instalasi Biogas


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan Pembuatan Kompos
Adapun hasil pengamatan yang dilakukan saat pelaksanaan peraktikum pembuatan kompos dengan metode takakura adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Kompos
Gambar
Keterangan






Minggu pertama kompos berwarna putih, berjamur bersuhu 33oC kemudian  kompos di aduk kembali samapai merata didalam kardus tempat penyimpanan.






Minggu kedua, keadaan kompos mulai tumbuh gulma seperti belatung, warna mulai menyerupai warna tanah, tetapi suhu kurang dari 300C dan kelembababan di bawah 400C maka dari itu kami menambah kotoran sapi dan menambah air untuk meningkakan kelembaban dan suhu pada kompos.






Minggu ketiga, Kompos sudah jadi tidak berbau dan tidak berjamur warna menyerupai tanah dan gembur
Sumber : Data Primer 2016
4.2 Pembahasan Kompos
Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun timbunan dan hewan yang berasal dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan, rumah tangga. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Yang termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah dan daun. Sampah organik  tersebut apabila telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi mikroorganisme akan menjadi pupuk. Dalam pembuatan kompos, hal pertama yang dilakukan yaitu persiapan, baik bahan maupun tempatnya. Langkah pertama yang harus dipersiapkan yaitu bahan-bahan organik yang akan dikomposkan dipotong-potong atau dicacah agar proses pengomposan berlangsung cepat. Selain itu untuk mempercepat pengomposan, diperlukan dedak halus, sekam padi terutama mikroorganismenya sebagai pengurai jadi kami mengunakan dengan larutan garam dan air sebagai mikroorganismenya. Karena bahan-bahan ini akan ditumpuk maka perlu dipersiapkan tempatnya. Untuk mendapatkan kompos yang lebih terjamin keberhasilannya dibutuhkan beberapa langkah yang perlu yaitu penyusunan pembuatan kompos.
Langkah yang pertama yaitu menyediakan tempat dan penyusunan tumpukan bahan kompos. Langkah  yang kedua yaitu pemantauan suhu dan kelembaban, tumpukan dari minggu kedua dengan Suhu 330C, tumpukan dijaga agar suhu 30-700C suhu ideal. Dan kelembapannya sekitar 40-60%. Kelembapan ideal ditandai dengan bahan yang basah, tetapi tidak ada air yang menetes. Langkah ketiga yaitu pembalikkan dan penyiraman, pembalikkan tumpukan dilakukan jika terjadi kelembaban tumpukkan diatas 60% maka perlu di tambah sekam padi dan dedak halus karena tumpukkan terlalu basah, jika kelembaban dibawah 40% tumpukan terlalu kering. Apabila suhu masih 30-70ºC dan kelembapannya 40-60% tumpukan kompos belum waktunya dibalik. Tetapi pada pengamatan ini kami mengalami kekeringan pada kompos, kelembaban dibawah 40% terlalu kering untuk meningkatkan kelembaban kami menambah sedikit kotoran sapi dan ditambah air supaya kelembaban pada kompos kembali normal diaduk sampai merata dan ditutup pakai kardus dan karung. Langkah keempat yaitu pematangan. Kompos yang matang ditandai dengan suhu tumpukan yang menurun mendekati suhu ruang, tidak berbau busuk, bentuk fisik menyerupai tanah dan berwarna kehitam-hitaman. Pemotongan berlangsung selama 14 hari. Langkah kelima yaitu pengayakan kompos, tujuan dilakukan pengayakan yaitu agar memperoleh ukuran kompos sesuai yang dikehendaki, memilah bahan yang belum terkomposkan secara sempurna dan mengendalikan mutu kompos. Langkah terakhir yaitu pengemasan dan penyimpanan kompos yang sudah disaring, dikemas kedalam kantung atau karung. Setelah itu disimpan ditempat yang kering atau diletakan diatas papan.

4.3 Pembahasan Biogas
Berdasarkan hasil pengamatan pembuatan biogas di Peternakan Bapak Edi Desa Penyaring Kec. Moyo Utara yaitu proses pengumpulan kotoran ternak/feses menguanakan 2 metode  pengumpulan yaitu metode Scraping (mendorong dan menarik mengunakan sekop) dan Flushing (mengunakan air untuk mengangkut limbah ternak) pengangkutan kotoran ternakpun menggunakan arko diangkut pada pagi hari, kemudian setelah kotoran ternak sudah terkumpul baru kotoran ternak dibawah ke tempat pembuatan biogas, kemudian kotoran ternak tersebut dimasukan ke unit penghancur sikitar 90 kg dengan cara sedikit demi sedikit dan dimasukan air fungsinya untuk mempermudah penghancuran selain itu juga ada 3 proses yaitu Hidrolisis, pengasaman dan metanogenik, diunit penghancur kita melakukan pencampuran air dengan kotoran ternak, kemudian diputar ke kiri dan ke kanan untuk mendapat hasil yang sempurna, kotoran ternakpun mengalir menuju pipa penghubung dari unit penghancur menuju Digester.
Pengolahan limbah pertanian berupa kotoran ternak salah satunya dengan melakukan fermentasi secara anaerob, yaitu menampung kotoran sapi  dan difermentasikan pada suatu tempat yang sangat rapat sehingga proses tersebut dapat berjalan secara anaerob. Sedangkan faktor lain untuk menciptakan reactor biogas yang baik perlu diperhatikan suhu fermentasi dimana suhu optimum proses tersebut pada 30-50oC. Dilihat dari persyaratan lain adalah mengenai pencampuran bahan untuk pembuatan biogas tersebut, untuk air dan kotoran sapi cukup pada dosis 1:1.
Fermentasi terjadi didalam digester proses yang berlangsung selama  6 jam untuk mendapatkan biogas yang ideal, Didigester adalah bila sudah banyak biogas maka kotoran ternak akan tertekan oleh biogas itu sendiri dan posisi gasnya akan berada diatas dan gaspun keluar melalui pipa reaktor yang berada dibagian atas digester bisa dihubungkan langsung ke lampu sebagai penerang dan  juga bisa dihubungkan langsung ke kompor biogas untuk kebutuhan rumah tangga untuk mengatahui ada atau tiadanya gas bisa dilihat dimanometer N/M3, dimanometer sendiri kita bisa lihat berapa tekanan gasnya yang dihasilkan oleh kotoran ternak.
Proses fermantasi kalau baru pertama kali pembuatan biogas maka proses fermentasinya 3 hari 3 malam untuk menghasilkan gas selanjudnya bisa dipakai setiap hari, dimasukan pagi hari bisa dipakai di siang hari, setelah biogas didigester habis maka kotoran ternak akan mengembang dan keluar melaluli pipa penghubung ke Bio Selurry atau tempat pembungan terakhir dan hasil buangan tersebut dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk kompos. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat biogas dari kotoran ternak adalah bahan utama biogas ini berupa kotoran ternak yang masih segar dan bersih dari rerumputan dan jerami, sehingga pada proses fermentasi harus berupa kotoran yang terbebas dari benda-benda lain, bahan pakan yang digunakan di desa penyaring untuk diberikan ke sapi mengunakan bahan pakan dari lamtoro dan lamtoro + dedak karena serat kasar dari lammtoro sedikit dibandikan dengan rumput terutama kotoran sapinya juga lebih bagus/halus ketimbang rumput, mengunakan lamtoro kotoran sapi di dalam lambung sapi lebih cepat keluar di bandingkan dengan pakan rumput. Sedangkan untuk dana pembutan sekitar 12 juta untuk 6 m3 dan untuk 4 m3 sekitar 10 juta.



BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum tentang pembuatan biogas dengan metode takakura dan penngamatan pembuatan biogas yaitu sebagai berikut:
1.    Kompos adalah bahan-bahan organik (sampah organik) yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikro organism (bakteri pembusuk) yang bekerja di dalamnya.
2.    Bibit kompos takakura di buat dari dua bahan, yaitu dedak serta sekam padi. Perbandingan pada dedak serta sekam yaitu 1:1. Aduk sekam dan dedak hingga rata. Lalu imbuhkan larutan starter yang sudah dibuat pada awal mulanya lalu aduk hingga rata.
3.    Larutan starter Mikroorganisme dibuat dengan 2 cara yaitu starter larutan garam dan larutan gula untuk larutan garam seperti sayuran-sayuran dan buah-buahan sedangkan larutan gula seperti tempe dan youghurt. Mikroorganisme diambil dari beberapa bahan itu lantaran sifatnya yg tidak berbau busuk.
4.    Faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan adalah Rasio C/N bahan baku, ukuran partikel, Aerasi, Porositas, Kelembaban, Temperatur, Keasaman (pH) dan Kandungan Hara.
5.    Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob).
6.    Pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang sebagian besar adalah berupa gas metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida, gas inilah yang disebut biogas.
7.    Manfaat energi biogas adalah sebagai pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan dipergunakan untuk memasak kemudian sebagai bahan pengganti bahan bakar minyak (bensin, solar).




5.2 Saran
Adapun saran dari kami adalah dalam melaksanakan pembutan kompos dengan metode takakura dan pengamatan pembutatan biogas.
5.2.1 Praktikum pembutatan kompos agar lebih tertib dan tepat waktu supaya dalam melaksanakan praktikum tersebut kita bisa mendapatkan pengatahuan yang lebih dan bisa diterapkan kemasyarakat nantinya.
5.2.2 Pengamatan pembuatan biogas untuk Peternak milik Pak Edi agar tempat pemberian pakan dan tempat minum agar dibangun secara permanen mengunakan beton dan air minum ternak bisa dialirkan ketempat-tempat yang sudah disesdiakan agar lebih mudah ternak menjangkau air minum.




DAFTAR PUSTAKA

Abutani, S. A, Darlis, Yusrizal, Monica, M, dan Sugihartono, M. 2001. Penerapan Pola Usaha Tani Terintengrasi Tribionik Sebagai Upaya Peningkatan Pendapatan Petani. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat. Erlangga: Jakarta.
Ambarwati, Kusumawati, Y., dan Suswardani, D. L. 2004. Peran Efektive Mikroorganisme EM4 dalam Meningkatkan Kualitas Fisik dan Biologis Kompos Ampas Tahu. Jurnal Infokes.
Ana Nurhasanah, T. W. (2009). Perkembangan Digester Biogas di Indonesia. Pertanian Jakarta.
Anonim. ”Jenis Limbah Peternakan Sapi”.http://duniasapi.com/id/produk-sapi/1331-cara-mudah-mengolah-kotoran-sapi-.html. Diakses 29 Juni 2016.
Aprianti, Y . 2005 . Andrias Wiji Setio Pamuji : Penemu reaktor biogas. Kompas 26 Juni 2016
Arifin, Z., 2006. Pengaruh Aplikasi Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Sawah. Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta
Arik, 2007, Sapi-sapi penyelamat dari Putri Cempo, Publikasikan oleh Majalah Kabari. Jakarta.
Biru. (2010). Model Instalasi Biogas Indonesia.Jakarta: BIRU
Dahuri, Deri, 2004, Sampah Organik, Kotoran Kerbau Sumber Energi Alternatif, Sumber Media Indonesia, energi – http://www.energi.lipi.go.id diakses 26 Juli 2016.
Engler, c. r., m.j. Mcfarland and r.d. Lacewell. 2000. Economic and environmental impact of biogas  production and use. http//:dallas .edu/biogas/eaei .html. diakses 20 Juni 2016
Environmental Services Program. Comparative Assessment on Community Based Solid Waste Management (CBSWM) – Medan, Bandung, Subang, and Surabaya. November 2006. Development Alternatives, Inc. for USAID.
Harahap, f.m., Apandi dan s. Ginting . 1978. Teknologi Gasbio . Pusat Teknologi Pembangunan Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Hartuti, S, Sriatun dan Taslimah. 2007. Pembuatan Pupuk Kompos Dari Laimbah Bunga Kenanga dan Pengaruh Persentase Ziolit Terhadap Ketersedian Nitrogen Tanah. Jurnal Agresistem. 3 (6) : 45 – 60
Ibrahim, A Saleh, 2008, Bio Phoskko® Bio Composter ME-1000 ( Rotary Klin),sumber Iklan Baris SwaIklan.com. Powered by WordPressOptions theme by Justin Tadlock. Rupa,Laporan Hasil Riset Unggul ITB 2007.
Indriani, Y. H. 2012. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta
Isroi dan Yuliarti, M. 2009. Kompos. Lily Publisher. Yogyakarta
Mardani, D.Y. 2005. Pengaruh Pupuk Organik dan Lengas Tanah Terhadap Pertumbuhan Bibit Jambu Mete (Annacardium occidentale L.). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian (INTAN) Yogyakarta
Mirhani. 2008. Evalusi Penyuluhan Penggunaan Bokasi Kotoran Sapi Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Gajah. Jurnal Agresistem. Penebar swadaya. Jakarta
Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia, Karakteristik, klasifikasi dan pemanfaatannya. Pustaka Jaya. Jakarta.
Murbandono, L. HS. 2000. Membuat Kompos. Penebar swadaya. Jakarta
Prihandini, P. w, dan Purwanto, T. 2007. Petunjuk Teknis Pembuatan Kompos Berbahan Kotoran Sapi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
Putro, S. (2007). Penerapan Instalasi Sederhana Pengolahan Kotoran Sapi Menjadi Energi Biogas Di Desa Sugihan Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo. Warta. Jakarta.
Putro, S. 2007. Penerapan Instalasi Sederhana Pengolahan Kotoran Sapi Menjadi Energi Biogas di Desa sugihan Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo. Jurnal Pengembang Masyarakat. Jakarta.
Rahayu, S, Purwaningsih, D, dan Pujianto. 2009. Pemanfaatan Kotoran Ternak Sapi Sebagai Sumber Energi Alternatif Ramah Lingkungan Beserta Aspek Sosial Kulturalnya. Jurnal Inovasi Teknologi. Yogyakarta.
Refliaty, Tampubolon, G, dan Hendriansyah. 2001. Pengaruh pemberian Kompos Sisa Biogas Kotoran Sapi Terhadap Perbaikan Beberapa Sifat Fisik Ultisol dan Hasil Kedelai (Glycine max (L). Merill). Jurnal Hidrolitan. Penebar Swadaya. Jakarta
Setiawan, A.1. 2002. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta
Sihombing  D.T.H. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup. Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor.
Soeparman dan Suparmin. 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair : Suatu Pengantar.Jakarta : EGC.
Soleh, M., 2006. Penggunaan Biofertilizer (Bokasi) Dalam Upaya Mendukung Pengelolaan Tanarnan Padi. Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta
Sugi Rahayu, D. P. (2009). Pemanfaatan Kotoran Ternak Sapi Sebagai Sumber Energi Alternatif Ramah Lingkungan Beserta Aspek Sosio Kulturalnya. Inotek, Penebar Swadaya. Jakarta
Sulaeman, D. (2008). Sepuluh Faktor Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak. Jakarta: Anonyms
Sulityawati, E dan Nugraha, R. 2005. Efektivitas Kompos Sampah Perkotaan Sebagai Pupuk Organik Dalam Meningkatkan Produktivitas dan Menurunkan Biaya Produksi Budidaya Padi. Jurnal Teknologi Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta
Susanto, R. 2002. Pertanian Organik: Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Kanisius. Jakarta
Susetya, D. 2001. Pupuk Organik: untuk Tanaman Pertanian dan Perkebunan. Pustaka Baru Press. Yogyakarta
Teguh Wikan Widodo, A. A. (2006). Rekayasa dan Pengujian Reaktor Biogas Skala Kelompok Tani Ternak. Jurnal Enjinering Pertanian, yogyakarta.
Udayana Universitas, 2007, Pemanfaatan Sampah Organic Menjadi Kompos Dengan Bantuan Mikroorganisme. 2009, Siswa Dilatih Mengolah Sampah Organik, sumber Radar Banjar Masin online.com diakses 26 Juni 2016.



























LAMPIRAN-LAMPIRAN

1.1     Hasil Dokumentasi saat praktikum Pembutan Kompos
Gambar
Keterangan
 





Pengumpulan Feses ternak sebagai bahan utama dalam pembuatan bibit kompos
 





Pengangkutan feses ternak sebagai bahan dasar dalam pembuatan kompos





Proses pembuatan mikroorganisme sebagai bahan untuk fermentasi pupuk kompos






Proses pembuatan bibit kompos.



1.2  Hasil Dokumentasi Tentang Pengamatan Biogas
Gambar
Keterangan





Proses pengumpulan kotoran ternak untuk pembuatan biogas.





Pengangkutan kotoran ternak mengunakan argo untuk pembuatan biogas





Proses pemasukan kotoran ternak keunit pencampur dalam tahap pembuatan biogas




Unit pencampur








Bagian unit pencampur





Digiester





Tempat pengecekan ada atau tidak adanya air





Pipa saluran ke kompor Biogas






Manomoter fungsinya untuk melihat tekanan gas yang dihasilkan.





 




Kandang








 

Lampu menggunakan bahan bakar biogas fungsinya sebagai penerang

 



Sisa buangan dari pembuatan biogas bisa dimanfaatkan untuk dijadikan pupuk kompos

Tidak ada komentar:

Posting Komentar